Intens.id, Makassar – Deburan ombak Pulau Lanjukang dan Langkai seolah menjadi saksi bisu kegembiraan para nelayan pada Rabu, 16 April 2025 pagi. Hari itu bukan sekadar hari melaut biasa, melainkan panggung perayaan keberhasilan pengelolaan sumber daya laut yang mereka inisiasi. Lomba tangkap gurita menjadi penanda dibukanya kembali area penangkapan yang telah “beristirahat” di bawah skema sistem buka tutup.
Di tengah riuh rendah nelayan yang bersemangat, sosok Taswin mencuri perhatian. Wajahnya merekah, senyumnya tak bisa disembunyikan saat jarum timbangan berhenti di angka yang memuaskan. Dalam waktu kurang dari dua jam, tepatnya 1 jam 30 menit, tangannya berhasil menjerat tiga ekor gurita.
Bukan gurita sembarangan, salah satunya bahkan menyandang gelar “Grade A” dengan bobot 2,5 kg! Dua rekannya yang lain, meski berukuran lebih kecil (0,8 kg dan 0,5 kg dengan Grade C), turut menambah pundi-pundi rezekinya hari itu.
Tak ayal, Taswin dinobatkan sebagai kampiun di antara 24 nelayan yang ambil bagian dalam lomba unik ini. Sebuah apresiasi atas hasil kerja keras dan pemahaman akan pentingnya keberlanjutan. Lomba ini sendiri dihelat oleh Forum Pengelola Sistem Buka dan Tutup Gurita Lanjukang dan Langkai (Forum Pasibuntuluki), sebuah wadah inisiatif nelayan yang didukung oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia dan Turning Tides.
Lebih dari sekadar kompetisi, lomba ini adalah simbol keberhasilan sistem buka tutup penangkapan gurita yang telah mereka jalankan sejak 2021.
Bayangkan, hanya dalam waktu singkat, 24 nelayan berhasil “memanen” 52 ekor gurita dengan total berat mencapai 54 kg! Rata-rata per ekornya menyentuh angka 1,04 kg, sebuah indikasi kualitas gurita yang terjaga. Adi, salah satu panitia, merinci kualitas tangkapan hari itu: 5 ekor Grade A, 17 ekor Grade B, 25 ekor Grade C, serta masing-masing 1 ekor untuk Grade D dan E.
Nirwan Dessibali, Direktur YKL Indonesia, dalam sambutannya tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. Ia menuturkan bahwa sistem buka tutup yang digagas oleh para nelayan ini bukan hanya berdampak positif pada dompet mereka, tetapi juga pada kesehatan ekosistem laut.
“Harapannya, sistem ini tidak hanya meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga melestarikan spesies yang terancam punah dan menjaga terumbu karang agar tetap lestari,” ujarnya penuh harap.
Kearifan Lokal Berbuah Manis: Penguatan Tata Kelola Laut
Aktivitas menangkap gurita di Lanjukang dan Langkai kini bertransformasi menjadi praktik yang ramah lingkungan namun tetap menguntungkan. YKL Indonesia sejak awal setia mendampingi para nelayan dalam mengimplementasikan sistem buka tutup ini. Lebih dari sekadar membuka dan menutup area, YKL berupaya memperkuat aturan yang melindungi wilayah tangkap nelayan.
Kabar baiknya, upaya ini mendapat respons positif dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut (BPSPL). Nirwan mengungkapkan adanya kesepakatan untuk mengintegrasikan kawasan buka tutup gurita ke dalam wilayah pencadangan kawasan konservasi. Proses ini tentu membutuhkan tahapan yang panjang, mulai dari koordinasi hingga penetapan sebagai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD). Namun, ini adalah langkah maju yang signifikan.
Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2022, wilayah pencadangan konservasi di Pulau Lanjukang mencapai 1.654,38 hektar. Saat ini, Forum Pasibuntuluki mengelola area buka tutup seluas 400 hektar yang mencakup tiga lokasi. Integrasi area kelola forum ke dalam aturan yang lebih tinggi diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi ekosistem, terutama terumbu karang dan padang lamun, serta biota laut lainnya.
Menjadi Inspirasi: Model Pengelolaan yang Patut Ditiru
Ishak Yusma, perwakilan BPSPL Makassar, memberikan pujian atas konsistensi nelayan dalam menjaga keberlanjutan hasil tangkapan. Ia menilai sistem buka tutup ini menyentuh tiga aspek krusial: ekologi, ekonomi, dan sosial.
“Dengan adanya buka tutup ini, terumbu karang menjadi lebih baik. Selain itu, memberikan kesempatan bagi gurita untuk berkembang serta mempertahankan keanekaragaman hayati,” jelasnya.
Ia bahkan melihat inisiatif di Lanjukang dan Langkai ini sebagai role model yang dapat diadaptasi oleh daerah lain, khususnya dalam pengelolaan penangkapan gurita. BPSPL Makassar pun berkomitmen untuk terus mengupayakan integrasi seluruh area buka tutup ke dalam kawasan konservasi.
Dari segi ekonomi, sistem ini terbukti meningkatkan hasil tangkapan, baik dari segi berat maupun kualitas gurita, yang secara langsung berdampak pada peningkatan pendapatan nelayan. Efisiensi waktu melaut pun menjadi bonus tambahan.
“Nelayan sudah banyak dapat gurita dan jenis ikan lainnya. Dulu bisa sampai jam dua siang baru dapat, tapi hari ini dengan waktu yang lebih singkat sudah berhasil,” pungkas Ishak.
Penerapan sistem buka tutup ini juga mengedepankan musyawarah dan mufakat antar nelayan, sebuah kunci penting untuk menjaga konsistensi dan keberlanjutan aturan yang diterapkan. Asni, Penyuluh Perikanan Kota Makassar, mengamini dampak positif ini.
“Sebelum ada sistem buka tutup, sekali menangkap hanya dapat sekitar 1 kg, itupun Grade A sangat jarang. Setelah diterapkan, terjadi peningkatan signifikan. Ini harusnya jadi motivasi, ekonomi otomatis meningkat,” ujarnya.
Harapan di Tengah Tantangan: Penguatan Pengawasan Jadi Prioritas
Forum Pasibuntuluki, sebagai motor penggerak sistem ini, terus berbenah. Erwin, sang ketua, menyampaikan beberapa kendala yang dihadapi, terutama terkait pengawasan. Dengan tiga lokasi yang dikelola, pengawasan menjadi krusial.
“Kami berharap dari Cabang Dinas Kelautan (CDK) Mamminasata dapat melakukan sosialisasi kepada CDK daerah lain agar nelayan dari daerah lain mengetahui lokasi buka tutup yang diterapkan,” harapnya.
Masalah hilangnya pelampung batas area buka tutup juga menjadi perhatian serius. “Ada enam pelampung yang hilang dalam sebulan. Kami tidak bisa melakukan pengawasan 24 jam penuh, sehingga perlunya komunikasi terhadap nelayan lain yang menangkap di sekitar kawasan yang kami kelola,” tambah Erwin.
Meski demikian, Usman, seorang nelayan yang ikut merasakan langsung panen gurita di hari pembukaan, mengungkapkan rasa syukurnya atas peningkatan penghasilan.
“Kami menangkap hanya sebentar saja sudah mendapatkan gurita dengan kualitas yang bagus. Selain gurita, ada juga sotong, ikan pari, dan biota laut lainnya yang bertambah,” ungkapnya dengan nada gembira.
Kisah sukses Taswin dan para nelayan Lanjukang-Langkai ini adalah secercah harapan di tengah tantangan pengelolaan sumber daya laut. Inisiatif lokal yang didukung oleh kolaborasi berbagai pihak membuktikan bahwa kearifan tradisional yang dipadukan dengan kesadaran akan keberlanjutan dapat menghasilkan dampak positif yang nyata, baik bagi ekosistem maupun kesejahteraan masyarakat pesisir. Semoga model ini terus berkembang dan menginspirasi daerah lain untuk menjaga lautan demi masa depan yang lebih baik.