Intens.id, Makassar – Di penghujung tahun 2024, sosok Ir. Jusman, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan, memasuki babak akhir dari pengabdian panjangnya di institusinya. Bertempat di Max Ballroom Hotel MaxOne Makassar, Jumat malam, 27 Desember, malam ramah tamah digelar untuk menghormati perjalanan hidup dan karirnya yang penuh warna. Bersama sang istri, Ny. Sri Endang Jusman, pria yang akrab dipanggil “Bondro” ini hadir dalam balutan batik, menyiratkan kesederhanaan sekaligus kehangatan seorang pemimpin yang telah mengabdikan dirinya sejak 1993.
Awal Jejak di Rimba Kehidupan
Perjalanan Jusman dimulai di Universitas Hasanuddin, tempat ia menimba ilmu kehutanan pada 1983-1989. Sebagai mahasiswa, ia aktif di Sylva Indonesia, wadah yang membentuk karakter kepemimpinannya. Kawan-kawan kampus mengenalnya sebagai “Bondro,” seorang pemuda energik yang selalu siap menghadapi tantangan.
Tak lama selepas kuliah, Bondro muda memulai karirnya di Kabupaten Poso, sebuah daerah yang kelak menjadi saksi pertemuan cintanya dengan Sri Endang Wahyuni, wanita yang menjadi belahan jiwanya hingga kini. Pernikahan mereka pada 1992 menjadi pondasi kuat yang menopang perjalanan hidupnya.
Namun, kehidupan sebagai pengantin baru tidaklah mudah. Jusman harus terbang ke Jakarta untuk menjalani tes CPNS, sementara sang istri menetap di Bone. “Jarak dan waktu adalah ujian pertama,” kenangnya.
Bakti Tak Bertepi di Dunia Konservasi
Karir Jusman sebagai rimbawan resmi dimulai pada 1 Maret 1993, ketika ia ditugaskan di Taman Nasional Bali Barat. Ia kemudian melanjutkan perjalanan ke berbagai pelosok Nusantara, dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru hingga Taman Nasional Siberut di Sumatera Barat.
Di puncak Mahameru, 3.676 meter di atas permukaan laut, Jusman mencatat sejarah. Ia memimpin upacara HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2002, sebuah momen yang biasanya hanya dilakukan oleh komunitas pecinta alam. “Di sini, saya merasa kecil di hadapan kebesaran Tuhan,” katanya, mengenang pengalaman itu dengan takjub.
Kepemimpinannya berlanjut ke Taman Nasional Taka Bonerate di Sulawesi Selatan, di mana ia berjuang memberantas eksploitasi sumber daya laut dengan pendekatan yang humanis. “Konservasi dan kesejahteraan masyarakat harus berjalan seiring,” tegasnya. Di bawah arahannya, kawasan ini diakui sebagai Jaringan Cagar Biosfer Dunia.
Jenderal Lapangan dan Prinsip Lillahi Ta’ala
Pada Januari 2024, Jusman diberi amanah memimpin dua organisasi besar sekaligus: Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan dan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku (P3E SUMA). Tugas ini dijalankannya dengan prinsip yang ia sebut sebagai “Pejabat Lillahi Ta’ala.”
Bekerja hingga larut malam sudah menjadi hal biasa. “Ini bukan sekadar soal data, tapi bagaimana kita merasakan dampak di lapangan,” ujarnya. Tak jarang ia melontarkan kutipan yang penuh makna, seperti, “Kerja konservasi tak akan pernah habis hingga dunia kiamat.”
Bon Voyage, Uncle Bondro
Kini, di usia 60 tahun, Uncle Bondro bersiap memasuki masa purna bakti. Namun, semangatnya untuk mengabdi tidak akan pernah padam. “Rimbawan sejati tak pernah berhenti berkarya untuk negeri,” katanya, menutup perjalanan panjang yang telah meninggalkan jejak tak terhapuskan dalam dunia konservasi.
Bon voyage, Uncle Bondro. Terima kasih atas dedikasi dan inspirasimu. Negeri ini berhutang banyak kepada rimbawan sejati sepertimu.