Intens.id, Makassar – Sulawesi Selatan mencatat tahun 2024 sebagai salah satu tahun penuh luka ekologis. Catatan WALHI Sulawesi Selatan mencatat ada 362 kejadian bencana ekologis yang tersebar di 24 kabupaten/kota, mencakup delapan jenis bencana seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, hingga kebakaran hutan. Bencana ini bukan hanya menyisakan kerugian materi, tetapi juga melukai masyarakat secara langsung—dengan 46 korban meninggal dunia dan 15.631 orang terpaksa mengungsi.
Banjir, Dominasi Ancaman yang Menggerus Harapan
Banjir menjadi ancaman terbesar dengan 150 kali kejadian (41% dari total), mengakibatkan penderitaan pada 318.285 jiwa dan memaksa ribuan warga meninggalkan rumah mereka. Kota Makassar menjadi salah satu wilayah terdampak parah, terutama saat hujan deras di akhir tahun, dengan lebih dari 36 kali kejadian.
Hilangnya Rimba dan Perburuan Nikel
Masalah makin kompleks dengan meningkatnya aktivitas pertambangan di kawasan pegunungan Tokalekaju, Luwu Utara, dan Luwu Timur. Total 59 izin usaha pertambangan dengan luasan lebih dari 212 ribu hektar dikeluarkan, bahkan di kawasan hutan lindung. Penurunan tutupan hutan memperburuk kemampuan ekosistem menyerap karbon dan meningkatkan risiko bencana alam.
Ekspansi yang Melukai Ekologi dan Kemanusiaan
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diberikan untuk pertambangan PT VALE Indonesia adalah contoh nyata bagaimana pemerintah mendahulukan kepentingan ekonomi di atas kelestarian lingkungan. Ironisnya, transisi energi yang diharapkan mengurangi pelepasan karbon justru menimbulkan eksploitasi besar-besaran yang menghancurkan rimba Sulsel【5†source】.
Korban Utama: Perempuan dan Masyarakat Rentan
Dalam pusaran bencana ekologis ini, perempuan menjadi kelompok paling terdampak. Di Takalar, mereka harus bertarung mempertahankan lahan yang habis masa Hak Guna Usaha. Di Makassar, mereka berjuang melawan krisis air bersih yang telah berlangsung lebih dari dua dekade. Perjuangan perempuan ini mencerminkan resistensi terhadap ketidakadilan ekologis, meskipun negara lebih berpihak pada kepentingan investasi.
Krisis yang Menghantui Masa Depan
Nilai kerugian akibat bencana di Sulawesi Selatan mencapai Rp1,95 triliun. Dampak ekologis yang begitu masif menjadi peringatan bahwa krisis lingkungan tidak hanya menjadi isu alam tetapi juga krisis kemanusiaan. Perlunya perubahan kebijakan yang berpihak pada keadilan ekologis menjadi pesan kuat dari catatan ini.
Tahun 2024 mengingatkan betapa rentannya manusia terhadap alam yang terus dirusak. Namun, catatan ini juga menjadi seruan untuk para pemimpin baru Sulawesi Selatan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, mewujudkan kebijakan yang adil dan berkelanjutan. Sehingga, masa depan Sulsel tidak lagi terpuruk dalam angka bencana tetapi bangkit dalam keadilan ekologi.