Intens.id – Sumenep, Opini ini barangkali cenderung “basi” karena hendak menanggapi isu yang cukup lama berlalu yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kecamatan Guluk-guluk sudah berlalu. Akan tetapi, sebagai suatu tawaran ide, opini ini mengajukan program alternatif jangka panjang bagi masa depan Sumenep. Isu lingkungan merupakan isu global yang kerap menimbulkan tensi panas antara oligarki dan pegiat ekologi. Ekonomi dan ekologi seolah merupakan musuh bebuyutan yang sukar diresolusikan.
Betapa pun demikian, sejatinya solusi teoritis-praktis sudah diajukan yaitu sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Mega proyek ini menghimbau keseimbangan antara ekonomi, masyarakat dan ekologi. Hanya saja, wujud nyatanya di Indonesia masih remang-remang, itu pun masih banyak yang belum paham. Untuk kawasan Sumenep, keresahan ekologis semakin merebak dengan dibukanya lahan untuk tambak dan tambang. Resiko dari keduanya belum menemukan ketegasan dan kejelasan penanggulangan. Bersamaan dengan itu, Sumenep masih digegerkan oleh program yang sebenarnya kurang tepat sasaran.
Menanggapi hal demikian, penulis coba mengapungkan satu inovasi yang sudah diterapkan oleh negara tetangga, Singapura. Singapura berhasil mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). PLTSa ini beroperasi dengan pembakaran sampah untuk penguapan yang energinya ditransformasikan menjadi listrik untuk kemudian disalurkan ke banyak rumah. Abu sampah pasca pembakaran kemudian dibuat sebagai bahan konstruksi pulau Semakau; pulau masa depan yang Singapura siapkan untuk generasi mendatang.
PLTSa Singapura sangat mungkin ditiru Indonesia khususnya dalam konteks ini Sumenep, Madura. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumenep sejauh ini mencapai luas 8 hektare yang itu pun sudah overload sejak 2018. Jika pemerintah tidak segera menangani sampah ini secara inovatif, maka tentu TPA akan meluas yang nantinya dapat menggerus lahan warga, menyebarkan aroma menyengat bahkan menebarkan potensi penyakit bagi warga sekitar. Mengacu pada PLTSa Singapura, penulis hendak mengilustrasikan bahwa jika Pemkab Sumenep berkenan mendirikan PLTSa, maka hal demikian sangat mungkin diwujudkan.
Penulis membayangkan Pemkab mendirikan PLTSa di Kangean, kepulauan terbesar di Sumenep. Seabrek sampah diangkut ke sana untuk dibakar. Panas pembakaran ditransformasikan menjadi listrik untuk menyediakan pasokan listrik bagi warga. Peningkatan pasokan listrik di kepulauan akan meningkatkan potensi mereka untuk mengejar keteringgalan mengingat energi dan teknologi merupakan salah satu faktor utama bagi pemajuan daerah.
Lebih lanjut, abu sampah an-organik (dari plastik dan sejenisnya) nantinya dapat diangkut untuk diolah menjadi batu bata. Mengingat ini merupakan tawaran sustainable, maka agar industri bata ini tidak mengancam industri bata yang lama, industri bata baru tersebut berpusat di lokasi industri bata lama. Dengan demikian, industri baru tidak menghapus industri lama, namun menginovasinya demi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu akan menaikkan pendapatan daerah kabupaten Sumenep. Di sisi lain, ini merupakan sumbangsih bagi konservasi ekologi.
Disebut demikian, sebab abu organik (dari kertas, kardus, dedaunan yang ikut terangkut) dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk menutupi galian C. Sebagaimana umum diketahui, galian C di Sumenep menimbulkan keresahan tersendiri bagi warga. PLTS (Sampah) dapat menjadi solusi atas keresahan ini mengingat abu organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk bagi konservasi lingkungan, tentunya setelah melewati penelitian cermat.
Tawaran ini barangkali cukup memberatkan namun yang hendak penulis tegaskan adalah pentingnya keberanian untuk berinovasi dalam kerangka sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Boleh jadi akan ditanggapi bahwa program demikian memberatkan. Terkait potensi tanggapan ini, penting diketahui bahwa nafas modernitas dalam hal pembangunan ialah efisien dan efektif. Efisien ialah tidak menguras tenaga, pikiran dan biaya atau penulis pribumisasikan sebagai kerja cerdas. Ini sangat mungkin dilakukan jika pihak berwenang berkolaborasi dengan ilmuwan dan teknokrat sebab masalah yang besar akan menjadi kecil di tangan mereka yang paham. Selanjutnya, program ini sebenarnya efektif alias membawa dampak yang jelas. Pertama, inovasi teknologi untuk menunjang listrik bagi kepulauan. Kedua, pertumbuhan ekonomi melalui industri batu bata dari abu sampah. Ketiga, konservasi lingkungan melalui pemanfaatan abu sampah organik untuk menutupi beberapa bekas galian tambang. Sekian.
Aldi Hidayat
Ketua Komunitas Kutub Yogyakarta 2022-2024 sekaligus pendiri dan ketua komunitas Rendekar (Renaissance Akademisi-Intelektual Madura)