Intens.id, Makassar — Pernyataan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam sidang kabinet paripurna pada 22 Januari 2025 menuai kecaman keras dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers di Jakarta, Senin 27 Januari 2025.
Presiden dalam kelakarnya menyamakan hubungan antara jurnalis dan pejabat publik seperti anak dan orang tua. Pernyataan ini dinilai merendahkan peran pers sebagai pilar keempat demokrasi dan mengabaikan hak atas informasi masyarakat.
Pers: Pilar Demokrasi yang Diabaikan
Dalam pernyataannya, LBH Pers menegaskan bahwa pers adalah elemen penting dalam menjamin hak atas informasi, sebagaimana tertuang dalam Pasal 28F UUD 1945 dan Pasal 4 ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Hak atas informasi merupakan hak asasi manusia yang wajib dijamin negara sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan demokratis.
“Pernyataan Presiden Prabowo yang melontarkan kelakar tersebut tidak hanya menunjukkan arogansi, tetapi juga melemahkan fungsi pers sebagai pengawas demokrasi,” ujar Direktur LBH Pers dalam keterangan resminya.
Rapat Tertutup yang Menyimpang dari Etika
Permintaan Presiden agar jurnalis meninggalkan ruangan selama sidang kabinet dapat dibenarkan dalam konteks rapat tertutup, seperti diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1951 tentang Dewan Menteri.
Rapat yang bersifat rahasia dapat dilakukan untuk melindungi informasi negara atau kepentingan tertentu. Namun, cara penyampaian yang dianggap merendahkan mencerminkan sikap yang bertolak belakang dengan nilai-nilai demokrasi.
“Ketika seorang kepala negara menggunakan kelakar untuk mendiskreditkan pers, itu adalah bentuk antipati yang menciptakan ruang otoriter,” tambah LBH Pers.
Catatan Buruk Presiden terhadap Kebebasan Pers
Insiden ini bukan pertama kalinya Presiden Prabowo menunjukkan sikap kurang hormat terhadap jurnalis. Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, ia kerap bersikap tidak kooperatif terhadap kerja pers.
Sikap ini dinilai LBH Pers berpotensi merusak hubungan antara pemerintah dan media, melemahkan kepercayaan publik pada pers, dan mengancam proses demokrasi.
Sebagai kepala negara, Presiden seharusnya memberikan teladan dalam menghormati peran pers, bukan malah memperburuk situasi.
“Pernyataan seperti ini adalah ancaman nyata bagi kebebasan pers dan hak atas informasi masyarakat,” tegas LBH Pers.
Tuntutan LBH Pers
Dalam menghadapi situasi ini, LBH Pers mendesak Presiden Prabowo untuk segera:
- Menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada jurnalis yang hadir dalam sidang kabinet paripurna pada 22 Januari 2025, serta kepada seluruh insan pers.
- Menunjukkan komitmen nyata dalam menjamin kebebasan pers dan hak publik atas informasi, sesuai amanat UUD 1945 dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
- Menghormati nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia dalam setiap pernyataan dan tindakannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Kebebasan Pers sebagai Cermin Demokrasi
Kebebasan pers adalah fondasi utama dalam menjaga keberlanjutan demokrasi. Ketika pemimpin tertinggi negara menunjukkan sikap yang merendahkan peran pers, hal ini tidak hanya mencederai martabat jurnalis, tetapi juga mengancam hak publik untuk mendapatkan informasi yang transparan dan akuntabel.
LBH Pers mengingatkan, bahwa negara, melalui pemerintahannya, wajib menjadi pelindung kebebasan pers, bukan sebaliknya.
“Jika hak atas informasi dan kebebasan pers terus dirongrong, maka yang dipertaruhkan adalah masa depan demokrasi Indonesia,” tutup pernyataan resmi LBH Pers.
[…] LBH Pers Kecam Pernyataan Presiden Prabowo: Ancaman terhadap Kebebasan Pers dan Demokrasi […]