Intens.id – Sampang, Meski masa jabatannya telah berakhir sejak 2021, mantan Kepala Desa (Kades) Ombul, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang, disebut-sebut masih memiliki peran besar dalam pengambilan keputusan di desa tersebut. Informasi yang dihimpun, sejak jabatan kepala desa dialihkan kepada Penjabat (Pj) Kades yang merupakan kerabat dekatnya, pelayanan publik hingga sejumlah kegiatan desa disebut masih berpusat di kediaman mantan kades.
Terbaru, dugaan keterlibatan mantan kades kembali mencuat dalam proyek perbaikan jalan di Dusun Sabungan Timur, Desa Ombul. Jalan yang diperbaiki sepanjang 154 meter itu sejatinya merupakan jalan poros kabupaten, yang semestinya menjadi tanggung jawab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sampang. Namun, perbaikan tersebut justru menggunakan Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2025 dengan nilai sekitar Rp179 juta.
Penggunaan dana desa untuk proyek ini dinilai menyalahi aturan. Berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 Permendesa PDT Nomor 2 Tahun 2024 tentang Petunjuk Operasional Atas Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2025, DD seharusnya difokuskan pada penanganan kemiskinan ekstrem, ketahanan pangan, kesehatan desa, penguatan adaptasi iklim, pengembangan potensi desa, hingga pembangunan padat karya tunai dengan bahan baku lokal.
Dana desa memang diperbolehkan untuk pembangunan infrastruktur jalan, namun terbatas pada jalan poros desa yang menghubungkan antardusun, bukan jalan poros kabupaten. Sejumlah warga menilai, proyek tersebut dilakukan karena lokasinya berada di sekitar kawasan keluarga mantan kades.
Ironisnya, beberapa jalan poros desa di wilayah Ombul justru mengalami kerusakan yang lebih parah, namun tidak mendapat prioritas perbaikan. Kondisi ini membuat masyarakat kerap bergotong royong memperbaiki jalan secara swadaya. “Kalau semuanya swadaya, lalu fungsi pemerintah desa untuk apa?” ungkap AM salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya.
Selain dianggap melanggar aturan penggunaan dana desa, proyek tersebut juga dinilai mengabaikan prinsip transparansi dan partisipasi masyarakat. Pasal 17 dan Pasal 21 dalam Permendesa PDT Nomor 2 Tahun 2024 menegaskan pentingnya pelibatan warga serta publikasi terbuka dalam penetapan dan pelaksanaan program dana desa.
Pengamat desa menilai, praktik cawe-cawe mantan kades bukan hanya berpotensi merugikan desa, tetapi juga dapat berdampak pada keberlanjutan pencairan dana desa ke depan jika terbukti tidak tepat sasaran. “Sudah tidak menjabat kepala desa, seharusnya kembali menjadi warga biasa, bukan justru mengendalikan pemerintahan desa,” ujarnya.
Masyarakat pun berharap pemerintah kecamatan, kabupaten, hingga aparat pengawas dapat menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan wewenang ini. Mereka menegaskan, dana desa harus digunakan sesuai aturan agar benar-benar memberi manfaat pada masyarakat luas, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu.