- Advertisment -spot_img

APP Desak Kejati Sulsel, Usut Tuntas Dugaan Pungli PPG UNM!

Makassar, Intens.id – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Pendidikan Sulawesi Selatan melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel). Rabu, (16/7/2025).

Aksi ini dilakukan untuk mendesak aparat penegak hukum segera mengusut dugaan praktik pungutan liar (pungli) oleh penyelenggara Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Makassar (UNM).

Dugaan pungli ini berkaitan dengan pembayaran registrasi kegiatan sumpah profesi, yudisium, ramah tamah, dan wisuda yang diwajibkan kepada mahasiswa PPG UNM. Berdasarkan data yang dihimpun aliansi, mahasiswa dibebankan biaya sebesar Rp900.000 per orang untuk kegiatan tersebut. Ironisnya, pungutan ini berlangsung dalam beberapa gelombang pelaksanaan PPG, mulai dari tahun 2024, kemudian Januari, Februari, Mei, hingga Juni 2025.

Erwin, selaku Jendral Lapangan yang juga merupakan alumni UNM, menyampaikan pernyataan tegas di hadapan peserta aksi dan awak media.

“Kami melihat ada indikasi kuat bahwa pungutan ini adalah bentuk pungli. Mahasiswa PPG di UNM dipaksa membayar Rp900 ribu hanya untuk keperluan administrasi akhir program, seperti sumpah profesi dan wisuda. Padahal program ini sudah disubsidi negara. Ini jelas pemerasan berkedok administrasi,” tegas Erwin.

Ia juga menambahkan bahwa praktik seperti ini mencederai semangat pendidikan yang berkeadilan dan justru memperlihatkan betapa lembaga pendidikan bisa menjadi ruang komersialisasi terselubung.

Tentang PPG UNM dan Subsidi Pemerintah

Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program lanjutan pasca-Sarjana bagi calon guru atau guru yang telah mengajar namun belum bersertifikasi. Tujuannya adalah menghasilkan guru profesional yang memenuhi standar kompetensi dan layak menerima sertifikat pendidik.

UNM sebagai salah satu perguruan tinggi pelaksana PPG menerima mandat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menyelenggarakan program ini. Dalam pelaksanaannya, PPG telah disubsidi penuh oleh pemerintah, yang mencakup biaya perkuliahan, praktik mengajar, pembimbingan, hingga sertifikasi.

Dengan adanya subsidi tersebut, tidak semestinya mahasiswa dibebankan pungutan tambahan seperti biaya registrasi untuk kegiatan akhir program. Tindakan itu dianggap bertentangan dengan prinsip transparansi anggaran dan berpotensi melanggar hukum.

Aliansi Pemerhati Pendidikan menilai bahwa pungutan Rp900 ribu tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas, serta tidak melalui mekanisme transparan. Oleh karena itu, mereka mendesak Kejati Sulsel untuk segera memanggil pihak-pihak yang bertanggung jawab dan membuka seluruh aliran dana non-akademik dalam program PPG UNM.

“Kami tidak anti lembaga, tapi kami anti penyelewengan. Kami menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pihak UNM. Jangan sampai dunia pendidikan menjadi lahan bisnis, sementara mahasiswa terus dijadikan objek yang ditindas,” ujar Erwin mengakhiri pernyataannya.

Aliansi Pemerhari Pendidikan Sulawesi Selatan menyatakan akan terus mengawal kasus ini dan siap membawa bukti serta data pendukung ke lembaga penegak hukum agar proses penyelidikan dapat dilakukan secara objektif dan tuntas.

Diketahui tuntutan APP-SULSEL :

  1. Mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk segera mengusut tuntas dugaan pungutan liar dalam kegiatan Yudisium, Ramah Tamah, dan Wisuda PPG UNM, serta menyeret pihak-pihak yang terlibat ke jalur hukum.
  2. Mendesak Kejati Sulsel untuk mempercepat proses penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan korupsi proyek revitalisasi UNM senilai Rp87 miliar, serta membuka hasilnya secara transparan kepada publik.
  3. Menuntut Kemendikbudristek RI untuk segera turun tangan melakukan audit investigatif terhadap pengelolaan dana PPG maupun proyek pembangunan di UNM, serta mengevaluasi total kinerja rektorat.
  4. Meminta UNM memberikan transparansi kepada mahasiswa dan publik terkait aliran dana, prosedur pemungutan biaya, serta pelaksanaan proyek-proyek yang menggunakan anggaran negara.
  5. Menuntut diakhirinya segala bentuk komersialisasi dalam dunia pendidikan, terutama dalam kegiatan akademik formal seperti yudisium dan wisuda, yang semestinya menjadi hak mahasiswa, bukan ajang bisnis kampus.
  6. Meminta Kejati Sulsel menjamin independensi dan transparansi penanganan perkara, serta tidak tunduk pada intervensi dari pihak mana pun.

 

Tim Redaksi Intens.id
Tim Redaksi Intens.idhttp://www.intens.id
Fotografer-Videografer/Jurnalis Lepas
Berita Terakait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

Topik Populer

Komentar Terbaru