Intens.id, Bulukumba — Seorang petani di Dusun Bentengnge, Desa Batukaropa, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, menghadapi ancaman gagal tanam musim ini. Pasalnya, Suardi (52) tak kunjung bisa mengakses handtraktor bantuan pemerintah yang seharusnya bisa digunakan bersama oleh anggota kelompok tani.
Suardi, yang merupakan anggota aktif Kelompok Tani Timbul Jaya, mengungkapkan kekecewaannya. Ia telah menyemai bibit padi hampir sebulan lalu, namun hingga hari ke-28, lahan sawahnya seluas sepertiga hektare belum juga tergarap.

“Biasanya di usia bibit ini, saya sudah siap pindah tanam. Tapi sekarang tidak bisa karena sawah saya belum digarap,” ujar Suardi kepada awak media, Selasa 17 Juni 2025.
Menurut Suardi, alat bantu pertanian berupa handtraktor yang disediakan melalui program bantuan pemerintah justru dikuasai oleh salah satu anggota kelompok. Anggota tersebut beralasan biaya perbaikan handtraktor sebelumnya ditanggung sendiri.
“Saya juga siap kok bantu biaya, cuma tidak pernah dijawab jelas,” tambahnya.
Kelompok Tani Diduga Tak Adil, Ketua Beri Penjelasan
Suardi mengaku telah menyampaikan masalah ini kepada Ketua Kelompok Tani Timbul Jaya, Ahmad. Namun, keluhannya tidak membuahkan hasil. Ia justru disarankan untuk kembali menemui anggota yang menolak permintaannya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Kelompok Tani Timbul Jaya, Ahmad, membenarkan bahwa Suardi sempat mengajukan permintaan peminjaman alat. Namun, Ahmad menegaskan bahwa semua anggota diperbolehkan menggunakan handtraktor asalkan memenuhi ketentuan.
“Pak Suardi datang ke rumah, minta traktor. Saya bilang belikan saja oli, yang penting sanggup dibawa,” kata Ahmad pada Senin (16/6).
“Saya tidak pernah mengecualikan anggota. Siapa yang butuh, yang penting sanggup ganti oli dan bawa sendiri,” sambungnya
Dinas Pertanian Tanggapi, Sumber Bantuan Masih Diverifikasi
Menanggapi persoalan ini, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bulukumba, Thaiyeb Maningkasi, menyatakan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan tersebut melalui staf teknis di lapangan.
“Iye, sudah diatensi staf pertanian,” ujarnya melalui pesan singkat.
Thaiyeb menambahkan, dinas saat ini tengah memverifikasi asal pengadaan handtraktor tersebut—apakah berasal dari APBD, aspirasi anggota DPRD, atau program bantuan dari pemerintah pusat.
Ancaman Gagal Panen di Tengah Kampanye Ketahanan Pangan
Jika lahan miliknya tidak segera diolah, Suardi dipastikan akan melewatkan musim tanam tahun ini. Bibit yang terlalu lama di tempat semai dikhawatirkan akan membusuk dan gagal tumbuh saat ditanam.
“Saya sudah pasrah. Tahun ini, sawah saya sepertinya tidak bisa ditanami padi. Biarlah sawah itu menjadi kering tanpa hasil,” ucapnya lirih.
Kerugian yang ditanggung Suardi tidak hanya berupa waktu, tetapi juga biaya pembelian bibit, tenaga kerja, dan hilangnya peluang panen. Situasi ini sangat kontras dengan kampanye besar-besaran pemerintah pusat mengenai ketahanan pangan.
Program Bantuan Alsintan Pemerintah: Target Tinggi, Realisasi Jadi Tantangan
Sebagai bagian dari program peningkatan produktivitas pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) mengalokasikan anggaran Rp10 triliun pada tahun 2025 untuk pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan).
Jenis bantuan yang disalurkan meliputi traktor roda 2 dan roda 4, pompa air, alat penanam padi, dan alat panen multifungsi. Program ini merupakan bagian dari target peningkatan produksi padi nasional dari 30 juta ton (2024) menjadi 32 juta ton pada 2025.
“Total alsintan yang disiapkan untuk pengadaan 2025 kurang lebih Rp10 triliun. Target produksi nasional dari 30 juta ton menjadi 32 juta ton pada 2025, saya yakin tercapai,” kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dikutip dari Antara.
Prosedur Pengajuan Bantuan Alsintan dan Tantangannya
Meskipun target pemerintah tinggi, tantangan utama di lapangan adalah ketimpangan informasi dan distribusi. Banyak kelompok tani belum memahami proses pengajuan bantuan alsintan secara benar.
Prosedur resminya meliputi pengajuan proposal oleh kelompok tani, penyerahan ke Dinas Pertanian kabupaten/kota, verifikasi dan pemeriksaan dokumen dan keanggotaan kelompok, revisi jika perlu, dan penerimaan bantuan serta penandatanganan pertanggungjawaban bagi kelompok yang lolos.
Manfaat bantuan ini meliputi pengurangan biaya produksi, peningkatan efisiensi tanam dan panen, serta menekan risiko gagal panen akibat keterbatasan alat.
Distribusi dan Pengawasan Jadi Kunci
Kasus yang menimpa Suardi menunjukkan bahwa keberhasilan program bantuan alsintan tidak hanya bergantung pada besarnya anggaran dan jumlah alat yang tersedia. Akses yang merata, pengawasan distribusi, dan keadilan antar anggota kelompok tani menjadi tantangan serius yang harus dijawab oleh pemerintah daerah dan pusat untuk memastikan program ini benar-benar memberikan dampak positif bagi seluruh petani.