Intens.id, Buton – Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum Sulawesi Tenggara (AMPH-Sultra) mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk tidak membiarkan maraknya aktivitas pembalakan liar (illegal logging) di Kecamatan Lasalimu dan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton. Aktivitas ini diduga dilakukan secara terang-terangan dan telah merambah hingga ke kawasan hutan alam.
Dugaan pembalakan liar ini disebut telah berlangsung sejak setahun terakhir. Namun, hingga kini, belum ada tindakan tegas dari APH. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan adanya oknum yang membekingi praktik ilegal tersebut.
“APH, baik kepolisian, Gakkum, maupun pihak terkait lainnya, jangan tutup mata terhadap perambahan yang telah berlangsung lama ini. Aktivitas ini harus ditindak tegas dan pelakunya dijatuhi sanksi berat,” tegas Safar, Sabtu (8/03/2025).
Ia menambahkan, pembabatan hutan di Lasalimu dan Lasalimu Selatan semakin mengkhawatirkan karena diduga sudah memasuki kawasan hutan alam. Padahal, hutan alam memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem, menyerap karbon, melestarikan keanekaragaman hayati, serta mencegah erosi dan krisis air.
Yang lebih mengkhawatirkan, lanjutnya, pelaku illegal logging kini beroperasi secara terbuka tanpa rasa takut. Bahkan, kayu hasil pembalakan diduga diangkut melalui jalan raya, seolah-olah aktivitas ilegal ini sudah menjadi kebiasaan yang sulit ditindak.
Padahal, pembalakan liar merupakan pelanggaran serius sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Ayat (3) Huruf e UU No. 41 Tahun 1999 dan Pasal 78 Ayat (5), dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar. Selain itu, pebisnis nakal yang membeli, mengangkut, atau memiliki kayu ilegal tanpa dokumen sah juga dapat dijerat Pasal 12 UU No. 18 Tahun 2013.
“Kami berharap ada keadilan dalam memberantas penebangan liar ini. Jika penegakan hukum lemah, hutan di sana akan semakin hancur,” ujarnya.
Berdasarkan data Global Forest Watch, pada tahun 2001, Buton memiliki 95,7 ribu hektare hutan primer, yang mencakup 32% dari luas wilayahnya. Namun, pada tahun 2023, wilayah ini kehilangan 731 hektare hutan primer, yang setara dengan emisi 572 kiloton CO₂.
“Ini adalah ancaman nyata. Jika tidak segera diatasi, bencana lingkungan, termasuk krisis hidrologi dan perubahan iklim, tak bisa dihindari,” tegasnya.
Selain merusak lingkungan, illegal logging juga merugikan negara karena pelaku tidak membayar pajak. Hal ini turut berdampak pada pebisnis kayu resmi yang menjalankan usahanya sesuai aturan.
“APH harus segera bertindak. Jika tetap membiarkan, patut diduga ada keterlibatan oknum dalam melindungi praktik haram ini,” pungkasnya.