Intens.id, Surabaya – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia resmi menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Gubernur Jawa Timur dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait kasus pencemaran Sungai Brantas, (11/10).
Putusan ini menguatkan tuntutan Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) dan mendesak kedua pihak tergugat untuk segera melaksanakan 10 poin putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, termasuk kewajiban meminta maaf kepada masyarakat dan memasang CCTV di setiap saluran pembuangan limbah industri.
Penolakan permohonan PK ini tertuang dalam Putusan MA Nomor: 821 PK/Pdt/2025 tanggal 21 Agustus 2025, yang memperkuat putusan sebelumnya, yakni Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 8/Pdt.G/2019/PN.Sby dan Putusan Kasasi Nomor 1190 K/PDT/2024. Pemberitahuan isi putusan tersebut diterima oleh kuasa hukum Ecoton pada 1 Oktober 2025.
Koordinator Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatulla, menegaskan bahwa penolakan PK ini menjadi penanda bahwa industri di sepanjang Sungai Brantas akan kesulitan membuang limbah tanpa diolah. “Setiap industri wajib hukumnya memasang CCTV yang langsung menyorot ke outlet buangan limbah. Putusan ini harus segera dikabulkan,” ujar Alaika.
Menurutnya, putusan tersebut sekaligus merupakan pengakuan atas kelalaian pemerintah dalam mengurus Sungai Brantas. Alaika juga mendesak Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR untuk segera meminta maaf kepada masyarakat di 15 kota/kabupaten yang dilalui DAS Brantas.
Gagal Kelola Brantas: Minim Pengawasan dan Penegakan Hukum
Ecoton menyoroti bahwa kerusakan Sungai Brantas saat ini sudah tidak terkendali, ditandai dengan industri yang bebas membuang limbah tanpa diolah dan menjamurnya pemukiman liar di bantaran sungai. Praktik ini, menurut Ecoton, meningkatkan volume sampah plastik dan limbah rumah tangga.
“Pengendalian Pencemaran Sungai Brantas hanya gimmick,” kritik Alaika. Hal ini didukung oleh temuan minimnya monitoring yang membuat pelaku usaha “mencuri-curi” membuang limbah saat dini hari, tidak adanya penegakan hukum yang serius dan transparan, serta pembiaran terhadap bangunan liar dan industri di atas bantaran sungai yang berkontribusi terhadap limbah cair detergen, nitrit, nitrat, dan E.coli.
Survei Ecoton terhadap 535 warga Jawa Timur dalam 10 tahun terakhir menunjukkan 62,1% responden menilai pengelolaan Sungai Brantas masuk kategori Buruk, dan 88% meyakini kali Brantas masih tercemar. Sumber pencemaran utama dinilai berasal dari sampah plastik dan limbah cair rumah tangga (73,5%), dan limbah industri (25%).
10 Tuntutan Putusan Pengadilan Wajib Dilaksanakan
Dengan ditolaknya PK, Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR diwajibkan melaksanakan 10 poin putusan Pengadilan Negeri Surabaya, di antaranya:
- PARA TERGUGAT untuk meminta maaf kepada masyarakat di 15 kota/ kabupaten yang dilalui Sungai Brantas atas lalainya pengelolaan.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk memasang CCTV di setiap outlet wilayah DAS Brantas.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk memasang (Real Time) alat pemantau kualitas air di setiap outlet pembuangan limbah cair.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk memasukkan program pemulihan kualitas air sungai Brantas dalam APBN 2020.
- Memerintahkan Para Tergugat melakukan pemeriksaan independen terhadap seluruh DLH di provinsi Jawa timur.
- Memerintahkan Para Tergugat mengeluarkan peringatan dan melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar baku mutu limbah.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk membentuk tim Satuan Tugas (SATGAS) yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan limbah cair di Jawa Timur.
Selain itu, Ecoton juga mendesak kedua pihak serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membuat Standar Prosedur Operasi (SPO) penanganan jika terjadi kasus ikan mati massal yang terus berulang tanpa penyelesaian yang transparan.
“Penyebab terjadinya ikan mati massal tidak diungkap ke publik dan cenderung di peti es-kan sehingga peristiwa ikan mati masal terus berulang,” tutup Prigi Arisandi, Manager Sains, Seni, dan Komunikasi Ecoton.





