Makassar, Intens.id — Nasib pilu menimpa MF, seorang pengemudi Ojek Online (Ojol) asal Makassar. Bukannya pulang membawa rezeki untuk keluarga, ia justru harus mendekam dibalik jeruji besi karena tersandung kasus penganiayaan.
Peristiwa bermula ketika terdakwa MF ditegur oleh pengendara lain (korban) lantaran menerobos jalan melawan arah lalu lintas di Jalan Sungai Saddang Lama No. 86, Kelurahan Maradekaya, Kecamatan Makassar
Teguran tersebut membuat MF tersinggung, perkataan kasar yang dilontarkan oleh korban dianggap merendahkan martabat dan melecehkan harga dirinya.
Di bawah terik matahari, pertengkaran antar keduanya tak terelakkan lagi. Saat korban mencela dan menghardiknya, emosi MF kian tersulut dan langsung melayangkan sebuah pukulan ke arah korban.
Buntut dari perbuatannya, MF dilaporkan sebagai pelaku tindak pidana dugaan penganiayaan Pasal 361 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sontak kejadian ini viral di media sosial dan menarik perhatian masyarakat luas, tak terkecuali Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Makassar. Namun dalam kasus ini, PBH Peradi Makassar tidak berfokus pada benar atau salah atas perbuatan terdakwa ataupun kondisi psikologis terdakwa yang merasa harga dirinya dilecehkan (siri).
PBH Peradi Makassar menilai unggahan yang beredar di media sosial dan menjadi bahan caci maki adalah bentuk trial by media social yang lebih berat dibandingkan terungku badan yang dijalani hari ini. Hanya karena perkaranya viral di media sosial sehingga diproses lebih cepat.

Hal ini berdampak bagi keluarga terdakwa, selain stigmatisasi penganiayaan perempuan dan tempramen, terdakwa juga dianggap biang masalah. Keadaan itu semakin memperburuk kondisi terdakwa sebagai tulang punggung keluarga.
Berangkat dari keprihatinan itu, PBH Peradi Makassar memutuskan mendampingi sekaligus bertindak sebagai kuasa hukum agar terdakwa mendapatkan keadilan dan perlakuaan sama dimata hukum (equal justice under law).
Diketahui, MF secara sadar telah mengakui dan menyesali perbuatannya. Ia juga berharap perkara ini dapat diselesaikan dengan mengedepankan proses keadilan restoratif atau Restorative Justice. Sayangnya, keadilan yang diharapkan, layaknya bumi merindukan langit, untuk mencapainya sulit.
Juru bicara PBH Peradi Makassar, Muh Fauzi Ashary mengungkapkan bahwa korban meminta sejumlah uang sebagai syarat damai yang membuat pihak keluarga kliennya kesulitan.
“Terdakwa (MF) merupakan keluarga tidak mampu, bukan dari orang yang memiliki kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan, berbanding terbalik dengan kesejahteraan yang dimiliki oleh Pelapor/korban,” kata Fauzy.
Menurut Fauzy, perkara ini telah difasilitasi Kejaksaan Negeri Makassar dengan prosedur Restoratif Justice, pihak Jaksa juga telah mengklarifikasi ganti kerugian materil dan immaterial/kompensasi oleh terdakwa kepada korban sebelum penandatanganan surat perdamaian.

Setelah penandatangan Surat Perdamaian pada tanggal 24 Juni 2025, keluarga terdakwa lega dan bahagia karena merasa tulang punggung keluarga akan kembali ke rumah, bekerja mencari nafkah untuk mengurangi beban hidup mereka.
Ironisnya, kebahagiaan itu sirna, kenyataannya jauh panggang dari api. Sikap korban berubah total, bahkan menodong keluarga pelaku yang miskin harta dengan meminta sejumlah uang yang nilainya tak bisa disanggupi.
“Nominal tersebut sangat besar sehingga korban menyatakan perdamaian tersebut tidak dapat dilanjutkan, padahal jika diamati dengan objektif luka yang dialami oleh korban tidak menyebabkan terhalangnya aktivitas sehari-hari,” tambahnya.
Dalam keterangan persnya juga, saat ini tim kuasa hukum terdakwa mengajukan permohonan penangguhan dan pengalihan status tahanan terdakwa kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar, mengingat perkara ini telah dilimpahkan ke Pengadilan dengan nomor perkara 725/Pid.B/2025/PN Mks.
Dengan pengalihan status tahanan, dari tahanan Rutan menjadi tahanan Kota, terdakwa dapat kembali mencari nafkah untuk keluarganya sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku.
Menutup penyataan persnya, PBH Peradi Makassar berharap permohonan pengalihan status tahanan dikabulkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Makassar karena tindak pidana yang dilakukan kliennnya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ringan.
“Semoga permohonan kami segera dikabulkan agar terdakwa yang masuk dalam kategori tidak mampu mendapatkan rasa keadilan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum dapat di wujudkan,’ tutup Fauzy.
Penulis Wawan Copel | Editor Ahmad Ismail





