Ramadhan 2025: Cahaya Bulan Suci dan Tradisi Sulawesi Tenggara yang Menyemai Keberkahan

Seperti fajar yang perlahan menyingsing setelah malam panjang, Ramadhan 2025 kini semakin dekat, membawa cahaya keberkahan bagi umat Muslim di seluruh dunia. Di Indonesia, detik-detik kepastian awal Ramadhan akan ditetapkan dalam sidang isbat Kementerian Agama pada Jumat, 28 Februari 2025. Namun, menurut perhitungan kalender Hijriah yang dirilis Ditjen Bimas Islam Kemenag, 1 Ramadhan 1446 H diperkirakan jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025.

Bulan suci ini bukan sekadar perjalanan spiritual, tetapi juga momentum bagi masyarakat untuk merajut kembali kebersamaan, mempererat silaturahmi, dan menjaga tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Di Sulawesi Tenggara, Ramadhan disambut dengan aneka tradisi yang sarat makna, bak lentera yang menerangi jalan menuju ketakwaan.

1. Haroa

Haroa adalah tradisi syukuran yang dilakukan oleh masyarakat Buton dan Muna untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Kata “haroa” berarti sesajen atau sajian makanan yang disiapkan khusus untuk acara ini. Dalam pelaksanaannya, keluarga berkumpul dan menyajikan berbagai hidangan tradisional seperti nasi minyak, telur, dan aneka kue tradisional. Acara ini dipimpin oleh tokoh agama setempat yang membacakan doa-doa sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan keselamatan kepada Tuhan.

2. Mobasa-basa

Di kalangan masyarakat Tolaki, terdapat tradisi Mobasa-basa yang dilakukan menjelang Ramadhan. Tradisi ini melibatkan pembacaan doa-doa yang dipimpin oleh seorang ustaz atau tokoh agama. Tujuannya adalah untuk mengucapkan syukur atas kesempatan bertemu kembali dengan bulan suci serta mendoakan keselamatan bagi keluarga dan leluhur yang telah meninggal. Setelah doa selesai, hidangan tradisional yang telah disiapkan disantap bersama sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.

3. Tembaha Wula

Masyarakat suku Muna memiliki tradisi unik bernama Tembaha Wula, yang secara harfiah berarti “menembak bulan”. Ritual ini dilakukan pada malam pertama Ramadhan dengan menembakkan meriam bambu ke arah bulan. Dentuman suara dari meriam bambu ini berfungsi sebagai tanda bagi masyarakat bahwa puasa akan dimulai esok hari. Setelah ritual ini, dilanjutkan dengan acara Haroa, di mana keluarga berkumpul untuk berdoa bersama dan menikmati hidangan tradisional sebagai bentuk rasa syukur.

4. Meharoa atau Munggahan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara juga mengadopsi tradisi Meharoa atau Munggahan sebagai bentuk syukur menyambut Ramadhan. Kegiatan ini melibatkan seluruh jajaran pemerintah dan masyarakat, dengan tujuan mempererat silaturahmi dan mempersiapkan diri secara spiritual untuk menjalani ibadah puasa. Acara ini biasanya diisi dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, tausiah, dan doa bersama.

Melalui berbagai tradisi ini, masyarakat Sulawesi Tenggara tidak hanya menjaga warisan budaya leluhur, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan spiritual dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

Topik Populer