Intens.id – Manusia memang rumit, kita mempelajarinya sepanjang waktu namun tetap absurd. Tetapi demikian tidak membuat kita berhenti untuk meraba kembali, mencari tahu apa dan bagaimana sebenarnya manusia.
Segala pencarian adalah jalan mengenal diri yang sejati. Ada: kebingungan, kekeliruan, blunder, afirmasi, anasir, taksa, yang selalu merengek dan menolak untuk tidak dininabobokkan.
Tunggu, apa yang kita bicarakan ini? Jika dilanjutkan sepertinya ini akan sedikit serius. Bukankah terlalu melelahkan segala keseriusan itu?
Baiklah mari kita coba mulai meraba manusia dengan sedikit ketidaktegangan, dengan bahasa yang membuat kita menapak bumi karena kita masih menolak menuju surga.
Begini…
Suatu waktu aku bertemu dengan Gogol, aku menyapanya…
“tu veux jouer avec moi?”
Gogol terbahak-bahak, ia tertawa merdeka, semacam kebahagiaan mengutuk kekasih yang meninggalkannya namun datang memohon kembali.
“Вы хотите поиграть со мной”?
Wahai Gogol, aku telah menyapamu dengan dua bahasa. Tentulah engkau mengerti bahasamu sendiri.
Gogol lantas mendekat, mencium bibirku. Melumat dua kali dengan napas yang tertahan namun begitu piawai. Aku melihatnya dengan jelas. Aku enggan menutup mata. Ini pelecehan. Bukan suatu hal yang harus aku nikmati.
Kamu tahu, kamu ini aneh! Seru Gogol.
Kita baru saja berpapasan lantas mengajakku bermain, dan bagaimana mungkin aku tidak tertawa dengan keadaan itu.
Kamu juga aneh Gogol, aku hanya mengajakmu bermain, objek permainan tidak aku tawarkan, kenapa engkau tetiba menggulung bibirku.
Bukankah ciuman juga permainan? Tanya Gogol.
Tidak Gogol, permainan hanya disebut permainan ketika dua subjek sepakat bahwa itu adalah permainan.
Kamu terlalu strukturalis. Pria tidak menyukai itu.
Aku tidak pernah menganggapmu sebagai pria Gogol!
Berarti ciuman tadi seharusnya tidak memberatkanmu. Tatap Gogol.
Keberatan itu tidak melekat pada subjek atau objeknya, tapi ketidakkonsensusan. Ah sialan kamu Gogol.
Jangan mengumpatiku, aku ini sastrawan, ini bukan maksud unjuk gigi. Tapi aku memintamu untuk hati-hati dengan ucapanmu. Aku takut namamu akan abadi hingga dibaca Dostoyevsky dan Tolstoy.
Maukah engkau menciumku kembali? Tanyaku.
(Gogol memutar wajahnya, tangan kanannya menyentuh dagu dan sisi atas leherku)
(Pada saat wajah Gogol mendekat aku memalingkan wajah lalu menghadapnya kembali),
Tidak Gogol, tawaran tadi guyonan. Aku tidak menawarimu ciuman. Aku hanya mengajakmu menyadari kembali bahwa kamu tak ubahnya laki-laki di luar sana, kamu bukan sastrawan Rusia, kamu hanya Gogol yang tidak tahu bahasa Prancis.
Gogol adakah engkau hendak mendengarku?
Sampaikanlah, meskipun guyonanmu tadi sempat membuatku hendak sedikit liar. Ucap Gogol.
Gogol, aku penasaran berapa banyak diantara kita yang gagal membersamai orang-orang yang kita cintai dikala kegagalan menggamit mereka.
Aku penasaran berapa banyak orang tua yang bangga dengan pencapaian anak-anaknya namun gagal memeluk anaknya ketika dunia sedang tidak berpihak.
Gogol, aku penasaran berapa banyak saudara yang menopang saudaranya yang lain namun gagal menopang ketika ketakramahan menolak berpihak.
Gogol, apakah penasaranku itu aneh. Aku begitu sedih, aku hendak marah.
Jika aku menjawab ini, kamu akan mengetahui bahwa betul aku bukan Gogol. Karena Gogol tidak mungkin mengutip Nietzsche. Nietzsche says, don’t judge life, don’t dare to judge life. He says it’s awful, who are all these guys who are judging life? What does that mean? By what right do you dare to judge life?
Tunggu, kenapa Gogol tidak mungkin mengutip Nietzsche?
Tanya Gogol, jangan tanya aku.
Kamu Gogol. Seruanku.
Bukan, aku bukan Gogol, sebagaimana maksudmu tadi, aku tak ubahanya laki-laki diluar sana.
Memang kenapa laki-laki diluar sana? Tanyaku.
Ia punya ipk 2.3 namun memimpin perempuan seperti dirimu.
Aarrghhtttt, sialan kamu Gogol.
Kamu yang sial. Jamanmu yang pahit. Ucap Gogol dengan memelas.
Ingat ini, jika perahumu terbawa arus, mungkin akan terjadi tabrakan, namun tabrakan tersebut berfungsi untuk membatasi dan menyamakan kedudukan, namun tidak untuk menetralisir atau menentang. Karena netral ditengah jamanmu hari ini sama saja engkau telah berpihak kepada penyebab kekacauan. Sambungnya.
Ah sudahlah Gogol. Aku mulai membencimu. Ucapku sembari meninggalkannya.
Tunggu, dengar ini dulu
Kita semua dikelilingi oleh orang-orang yang membenci manusia. Namun kita juga bertemu mereka sepanjang waktu, dan sungguh menakjubkan, ini semacam wacana yang memadukan sikap sinis dengan basa-basi yang begitu ekstrem.
Увидимся позже, Ева
Aku tahu Gogol, sampai jumpa.
“Man is a mystery: if you spend your entire life trying to puzzle it out, then do not say that you have wasted your time. I occupy myself with this mystery, because I want to be a man”. Dostoyevsky