Pesta Demokrasi 2024 : Peluang dan Tantangan

0

Intens.id, Jakarta – Pesta demokrasi akbar bagi rakyat Indonesia akan berlangsung pada 14 Februari 2024 melalui Pemilihan Umum (Pemilu) serentak. Hari pemungutan suara itu dihelat bersamaan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) serta Pemilu Legislatif (Pileg) untuk memilih anggota DPR RI, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan anggota DPD RI. Sementara, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota diselenggarakan serentak di seluruh daerah pada 27 November 2024.

Sementara itu, sebagai mana kita ketahui bahwa pemerintah pusat melalui APBN menggelontorkan Rp.76,6 Triliun untuk penyelenggaraan pemilu 2024, dan angka ini ditambah oleh APBD rata-rata sekitar Rp 80 Milyar setiap kabupaten/kota.

Direktur Lembaga Kontrol Ekonomi Sosial Indonesia, Wahyu, mengatakan Pesta demokrasi ini akan menggerakkan perekonomian daerah melalui UMKM, percetakan, merchandise, serta logistik pemilu. Termasuk fresh money maupun sembako yang diterima masyarakat sebagai bagian dari kampanye merebut hati suara pemilih akan mendorong daya beli Masyarakat.

Menurutnya dengan besaran anggaran yang digelontorkan pemerintah dalam pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024 mendatang tentu akan meberikan dampak bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Momentum tersebut akan memberikan multiplayer Effect bagi pelaku usaha dan Masyarakat umum. Hal tersebut sudah dapat kita rasakan saat ini dimana parpol parpol telah melakukan konsolidasi di berbagai daerah dan ini tentu memberikan dampak positif bagi pelaku UMKM.

“Pemilu 2024 akan berkontribusi sekitar 1,5-2% pada PDB yang bersumber dari money injection peserta pemilu, diantaranya belanja partai dan belanja caleg. Pertumbuhan komponen konsumsi lembaga non profit (LNPRT) pada periode April 2023 hingga Juni 2023 menurut catatan BPS, pertumbuhan konsumsi LNPRT pada kuartal II-2023 sebesar 8,62% secara tahunan atau year on year (yoy) atau naik dari pertumbuhan 6,17% yoy pada kuartal I-2023,” ujar Wahyu.

 

“Dorongan itu bersumber dari belanja kampanye dan penyelenggaraan pemilu yang bisa mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat. Pertumbuhan itu antara lain berasal dari berbagai sektor, misalnya ritel, garmen (tekstil & produk tekstil), media, logistik, serta transportasi,” sambungnya.

Pesta demokrasi 2024 Selain memberikan peluang juga tentunya akan memberikan tantangan dimana kita melihat fenomena yang telah terjadi beberapa tahun terakhir ini dimana setiap ada momentum pesta demokrasi baik itu menjelang maupun setelah pelaksanaan pasti akan menimbulkan perpecahan.

“Oleh karena itu, Kontestan pemilu 2024 diharapkan agar menjalankan kampanye yang sehat dan berkualitas dan menyehatkan demokrasi, bukan kampanye gontok-gontokan, bukan kampanye yang merusak tatanan bangsa. kampanye yang berintegritas yang menolak penggunaan politik SARA dan politik identitas, yang lebih mengedepankan politik ide dan gagasan, karena yang ingin kita bangun bukan demokrasi pengkultusan, bukan demokrasi idola, tapi demokrasi gagasan,” urainya.

Menurut pengukuran EIU Democracy Index, Indonesia berada di kategori “Flawed Democracy” dengan skor 6,71 menempati urutan ke-52 di dunia dari total 165 negara. Merangkum dari EIU Democracy Index dan Freedom in the World, sudah ada beberapa indeks demokrasi Indonesia yang dinilai sangat baik, yaitu fungsi pemerintah, partisipasi politik, proses pemilu dan pluralisme, kebebasan sipil, proses pemilu, pluralisme dan partisipasi politik, fungsi pemerintah, otonomi personal dan hak individu.
Akan tetapi ada beberapa variabel Indonesia yang masih buruk, yaitu kebebasan berekspresi dan berkeyakinan, hak berasosiasi dan berogranisasi, aturan hukum, dan budaya politik.

Dari hal tersebut variabel yang paling terlemah adalah budaya politik. Budaya politik ini sangat berpengaruh dengan politik identitas, karena variabel pertamanya adalah konsensus dan kohesi politik. Empat variabel ini menjadi pekerjaan rumah dan tantangan kita menuju pemilu 2024.

“Kalau dilihat dari indeks yang ada, maka pada dasaranya Indonesia sudah berada di peta jalan yang benar. Indonesia sudah betul-betul berevolusi dari pemerintahan yang non-demokratis sampai tahun 1998. Lalu dengan 5 kali pemilu, indeks Indonesia meningkat secara signifikan. Tapi jangan dilupakan, karena ada pandemi Covid-19, semua negara mengalami regresi demokrasi,” terang Wahyu.

“Pemilu serentak ini akan menjadi ujian yang sesungguhnya bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi. Bukan hanya sekedar menjalankan mandat reformasi tahun 1998, tapi kita harus dapat menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan demokrasi yang matang,” imbuhnya.

Lebih jauh Wahyu, mengatakan situasi yang kita hadapi saat ini membutuhkan komitmen persatuan dari seluruh pihak, soliditas seluruh elemen bangsa memerlukan pemerintahan yang tenang dan kuat agar dapat bekerja sungguh-sungguh, memerlukan stabilitas politik dan keamanan untuk mengatasi tantangan di masa yang akan datang.

“Namun tentu saja regulasi dari KPU dan Bawaslu tidak cukup. Kita memerlukan seluruh dukungan dari elemen bangsa untuk ikut berpartisipasi melakukan pengawasan, agar politik identitas tidak terjadi, Politik identitas berpotensi pada memecah belah bangsa dan menghambat perkembangan demokrasi. Dampak politik identitas, dapat menjadi lebih buruk dari itu, yaitu memecah belah bangsa dan memperlambat perkembangan demokrasi di Indonesia,” tutupnya. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini