Intens.id, Jakarta – Polemik terkait batas usia pencalonan kepala daerah kembali memanas setelah Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya telah diputuskan, Nomor 70/PUU-XXII/2024 terkait batas usia pencalonan kepala daerah. Keputusan ini memicu kritik keras dari berbagai pihak, terutama dari kalangan mahasiswa dan aktivis yang menganggap tindakan DPR sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip hukum dan demokrasi.
Abang Akbar, Kepala Biro Pergerakan dan Advokasi Pengurus Pusat Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI), menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga tidak ada lembaga negara, termasuk DPR, yang memiliki kewenangan untuk membatalkannya.
“Dalam Pasal 24C UUD 1945, disebutkan dengan jelas bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Tidak ada alasan bagi DPR atau lembaga lainnya untuk menentang putusan ini. Tindakan membatalkan putusan MK sama saja dengan melawan konstitusi,” ujar Akbar dengan tegas. 21 Agustus 2024.
Akbar juga menyoroti bahwa seharusnya seluruh lembaga negara, khususnya DPR, menjadikan UUD 1945 sebagai dasar utama dalam setiap keputusan yang diambil.
“UUD 1945 telah memberikan wewenang kepada MK untuk memutuskan perkara pada tingkat pertama dan terakhir dengan putusan yang bersifat final. Oleh karena itu, DPR wajib mengikuti dan menjadikan putusan MK sebagai landasan utama dalam pengambilan kebijakan,” lanjutnya.
Lebih jauh, Akbar menyampaikan kekhawatirannya terhadap kondisi demokrasi di Indonesia saat ini. Ia menilai bahwa beberapa keputusan yang diambil oleh penguasa akhir-akhir ini tidak lagi berpihak pada kepentingan rakyat.
“Kita berada di titik kritis dalam sejarah bangsa ini. Keputusan-keputusan yang diambil oleh penguasa belakangan ini jelas menunjukkan arah yang tidak lagi berpihak pada rakyat. Kebijakan-kebijakan tersebut hanya menguntungkan segelintir elit, sementara rakyat kecil semakin terpinggirkan dan terhimpit oleh beban kehidupan yang kian berat,” ujarnya dengan nada prihatin.
Kondisi ekonomi masyarakat yang semakin terpuruk juga menjadi sorotan Abang Akbar. Ia menekankan bahwa banyak masalah ekonomi yang masih belum terpecahkan, termasuk harga kebutuhan pokok yang terus meroket dan pelayanan publik yang semakin buruk.
“Saat ini kita dihadapkan pada harga kebutuhan pokok yang terus naik, pelayanan publik yang semakin buruk, dan kebijakan yang seolah-olah dibuat untuk memiskinkan rakyat. Sudah cukup kita berdiam diri dan menerima ketidakadilan ini!,” serunya.
Mengakhiri pernyataannya, Akbar menegaskan bahwa ISMEI akan terus berjuang untuk mengawal kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.
“Kita harus tunjukkan bahwa suara rakyat adalah suara yang tak bisa dibungkam. Penguasa harus tahu bahwa rakyat tidak akan tinggal diam saat kepentingannya dikesampingkan. Aksi unjuk rasa bukan hanya sekadar protes, ini adalah perlawanan untuk memperjuangkan keadilan sosial dan kesejahteraan kita semua,” tegasnya.
Keputusan DPR yang membatalkan putusan MK ini diharapkan akan mendapatkan perhatian serius dari masyarakat, mengingat dampaknya terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Kritikan dari berbagai pihak, termasuk dari ISMEI, menegaskan bahwa rakyat masih memiliki suara yang kuat untuk melawan ketidakadilan yang terjadi di negeri ini.