Ahmad Fadhil Nashir
(Akademisi/Dosen Teknik Industri FTI UMI Makassar)
Intens.id – Pelaksanaan Undang-Undang Dasar (UUD) No. 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri dari sebelas bab yang tegas menyatakan bahwa di setiap tempat kerja, menjadi kewajiban bagi pemberi kerja untuk mempersiapkan tenaga ahli keselamatan dan kesehatan kerja (Ahli K3).
UUD ini memberikan landasan hukum yang kuat untuk melindungi pekerja dari risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Hal ini merupakan langkah penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat di berbagai sektor industri.
Salah satu sektor industri yang banyak menyerap tenaga kerja adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). UMKM memainkan peran penting dalam perekonomian, dengan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. UMKM juga menjadi sumber lapangan kerja utama bagi masyarakat, khususnya di daerah pedesaan.
Namun, sering kali UMKM menghadapi tantangan dalam menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai. Dalam banyak kasus, keterbatasan sumber daya, pengetahuan, dan akses terhadap informasi menjadi hambatan bagi UMKM dalam memenuhi persyaratan K3.
Pada tahun 2018, International Labour Organization (ILO) telah melakukan kampanye untuk mengintegrasikan K3 ke dalam usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia. Tujuan kampanye ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja di UMKM, serta membantu UMKM dalam mengimplementasikan praktik K3 yang baik.
ILO bekerja sama dengan pemerintah, organisasi nirlaba, dan pelaku usaha untuk menyediakan pelatihan, bimbingan teknis, dan sumber daya lainnya kepada UMKM. Meskipun adanya upaya tersebut, data statistik menunjukkan bahwa jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di UMKM masih tinggi.
Dalam tiga tahun terakhir, tercatat sebanyak 666.899.000 kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, di mana 23% di antaranya berasal dari sektor UMKM. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada pekerja di sektor UMKM yang rentan terhadap risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Selain itu, data juga mengungkapkan bahwa sebagian besar kejadian kecelakaan kerja terjadi di tempat kerja. Dari tahun 2019 hingga 2022, sekitar 64,4% kejadian kecelakaan kerja terjadi di tempat kerja. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja di lingkungan kerja.
Penting bagi UMKM untuk memiliki sistem manajemen K3 yang efektif, termasuk pengawasan rutin, pelatihan keselamatan, dan penegakan standar keselamatan kerja yang ketat. Para pemilik UMKM juga perlu memahami dan menerapkan prosedur keselamatan kerja yang relevan, seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) dan tindakan pencegahan lainnya.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya K3 di UMKM, perlu ada upaya kolaboratif antara pemerintah, organisasi nirlaba, lembaga pendidikan, dan pelaku usaha untuk menyediakan sumber daya, pelatihan, dan pendampingan yang dibutuhkan oleh UMKM.
Pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait K3 di UMKM dan memberikan insentif bagi UMKM yang menerapkan praktik K3 yang baik. Lembaga pendidikan juga dapat berperan dalam memberikan pelatihan dan pendidikan K3 kepada pekerja di UMKM. Organisasi nirlaba dan masyarakat sipil juga dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran dan memberikan dukungan teknis kepada UMKM.
Selain keselamatan kerja, penting juga untuk memperhatikan aspek kesehatan kerja di UMKM. Beban kerja yang tinggi, paparan bahan berbahaya, dan kondisi kerja yang tidak sehat dapat berkontribusi pada timbulnya penyakit akibat kerja.
Oleh karena itu, perlunya pemeriksaan kesehatan berkala bagi pekerja di UMKM dan penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai di sekitar lokasi kerja sangat penting. Selain itu, UMKM juga perlu diberikan akses ke informasi dan sumber daya yang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pekerja.
Dalam upaya mencapai UMKM yang berkelanjutan dalam berbagai aspek, termasuk K3, pendekatan makroergonomi telah digunakan. Makroergonomi melibatkan analisis sistem kerja secara menyeluruh untuk meningkatkan produktivitas dan keselamatan.
Dengan melibatkan para pekerja dalam proses perancangan dan peningkatan sistem kerja, makroergonomi dapat membantu mengidentifikasi masalah, mengoptimalkan desain, dan meningkatkan kinerja keseluruhan UMKM. Penerapan makroergonomi dapat mencakup evaluasi alat kerja, tata letak tempat kerja, sistem penghargaan dan pengakuan, serta pembagian tugas yang efisien.
Secara keseluruhan, pelaksanaan UUD No. 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di sektor UMKM merupakan sebuah tantangan.
Diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi nirlaba, lembaga pendidikan, dan pelaku usaha, untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan penerapan praktik K3 yang baik di UMKM. Hanya dengan melibatkan semua pemangku kepentingan dan dengan adanya komitmen yang kuat, menuju Safety Sustainable dan ergonomic humanity.(*)